17th Month, Ketika Pendidikan Sudah Gag Gratisan Lagi

Sebagai anak beasiswa, sejak S1 dulu hingga S2 saat ini, tentu merupakan sebuah kesedihan menerima surat penolakan LPDP atas permohonan perpanjangan beasiswa saya? Lah, perpanjangan beasiswa? emang saya telat lulus S2? Well, emm, gag telat sih, di LoA study S2 saya di Shanghai Jiaotong University memang sudah tertulis sejak awal 2,5 tahun. Dan memang saya targetin dari awal mau masuk ke kampus ini saja, daftar LPDP langsung nulis nama kampus ini, lulus LPDP gag apply kampus-kampus yang lain cuma kampus ini saja, walau diawal sudah baca kalau LPDP cuma mau bayarin S2 selama 2 tahun saja, maksimal. Dan saya selalu berpikir bahwa jika niatannya baik, akan selalu ada jalan yang membantu saya, dan harapan saya selama 3 semester ini adalah LPDP akan mau membayari kelebihan 1 semester saya, yang memang gag bisa disingkat, S2 di SJTU merupakan master by research, 1 tahun coursework (yang nilai saya masih dudul parah), ditambah 1,5 tahun riset (riset saya oke, hehe, gag parah kayak coursework).

Dan durasi ini gag bisa disingkat-singkat lagi, semua teman-teman alumni lab yang setelah ngobrol ketahuan pintar-pintar parah, durasi study semuanya juga 2,5 tahun, dan Prof. supervisor saya di awal juga bilang bahwa 2,5 tahun itu gag bisa saya persingkat lagi. Ya sudah, 3 semester saya jalani dengan maksimal, belajar semua hal yang ingin saya pelajari, hingga sekarang menemukan bidang Artificial Intelligence yang rasanya saya nyaman untuk menghabiskan waktu, pikiran, dan resource saya disini.

Tepatnya 2 minggu lalu saya mengajukan surat permohonan perpanjangan durasi study kepada LPDP, dan hasilnya adalah, mereka menolak perpanjangan study saya. Dengan alasan kontraknya hanya 2 tahun saja, kemudian LPDP terikat peraturan bahwa mereka tidak bisa memberikan pembiayaan study lebih dari 2 tahun untuk S2. Dan mereka merekomendasikan saya untuk mencari pendanaan lain atau bekerja, yep, bekerja untuk memenuhi kebutuhan study saya.

Hmmm.

Ya sudahlah, 6 bulan biaya hidup + biaya sekolah harus coba dicari dengan berbagai cara. Sumber pendanaan lain, grant, scholarship, etc, sejauh yang saya tahu dan nanya-nanya semua pihak, untuk siswa yang sudah berjalan studynya gag bisa. Kalau mau dari awal bener, ikut China Government Scholarship (CGS), mereka mau bayarin sekolah S2 sampai selesai, maks 3 tahun, karena S2 di China memang bisa sampai 3 tahun, contohnya pacar saya Master of Finance di Shandong University. Plus 1 tahun bahasa China jika kuliahnya conduct in Chinese, dan 1 tahun bahasa ini sangat cukup untuk buat kamu survive di China, ikut kuliah bahasa China, dan nantinya kerja di China. Dan kemarin sempat dapat informasi Great Wall Fellowship kerjasama UNESCO-China, deadlinenya mepet, coba daftar, namun mesti dari rekomendasi kantor UNESCO Indonesia, kontak sana-sini, lempar-lempar gag dijawab, ya sudah, susah kontak pemerintah Indonesia dari jauh, harus datang ke kantor bener. Gagal deh apply fellowship ini. Bakal terus coba cari kemungkinan pendanaan lain, semoga bisa dapat dalam 1 semester ini, sudah semester 4 soalnya, semester 5 LPDP udah gag bayarin lagi.

Kerja, sejujurnya saya benar-benar prefer opsi ini, sebagai anak S1 yang selalu nguli kerja dulu di Jakarta, saya merasa bahwa bekerja memberikan pengalaman dan pembelajaran yang luar biasa untuk saya. Dan juga ada uangnya, yang bisa dipake untuk beli game di Steam, haha. Untuk bekerja saya yakin mampu, apalagi saat ini bidang riset saya di Artificial Intelligence, aplikasinya lagi hangat-hangatnya di China. Namun, setelah banyak ngobrol dengan alumni-alumni dan senior-senior kampus, kalau mau bekerja di China syarat pertamanya adalah bisa berbahasa China. Nah lu, haha, memang sejak awal saya pilih China juga untuk menambah bahasa ketiga saya. So sebenarnya masih sejalur juga sih, tapi yang tidak saya prediksi adalah bahwa saya tidak dibayari lagi dalam waktu 5 bulan dari sekarang, uang bulanan terakhir dari LPDP adalah pada Agustus 2018. Sehingga jika opsi yang saya pilih adalah bekerja, maka saya harus sudah bekerja pada 1 September 2018, atau saya gag ada uang untuk makan, sama gag ada tempat tinggal juga.

Nah, berantakan parah kan.

Untunglah pada winter break lalu saya mendaftar sekolah bahasa Mandarin di Shanghai Normal University untuk satu semester, bagi dua uang sekolahnya antara tabungan saya pribadi dengan biaya orangtua, 50%:50%. Kalau ada orang LPDP yang baca, saya gag pake uang LPDP kok, saya ada tabungan sedikit, itu dari tabungan saya. Nanti saya dituduh penyalahgunaan uang negara lagi, hehe. Mengapa saya ambil sekolah bahasa, karena tinggal inilah opsi untuk bisa berbahasa Mandarin dengan lancar, dan cukup oke, dalam waktu yang cukup singkat. Awalnya saya kira saya bisa sekolah bahasa 2 semester, kemudian baru terjun di dunia kerja China, saya yakin dalam waktu 1 tahun siap sih. Nah tapi dengan perkembangan terbaru ini, sekolah bahasa hanya bisa 1 semester saja. Habis itu kerja? siapkah? entahlah, saya gag begitu optimis sejauh ini, mari kita lihat tulisan saya di bulan September 2018 nanti, haha.

Mungkin ada benarnya juga orang-orang, mengambil jalan yang sudah banyak diambil oleh orang lain. Seperti ya sudah, ambil beasiswa S2nya ke Eropa saja, misalnya Belanda, itu banyak siswa Indonesianya. Yang durasinya sudah pas 2 tahun saja, ada banyak warga Indonesia disana, kemudian gag perlu belajar bahasa lagi, apalagi kalau bahasanya merupakan bahasa tersulit sedunia.

Well, I guess I’m just some really stupid guy.

I know exactly what other people do, tapi saya pengen melakukan yang berbeda, saya ingin melakukan suatu hal yang saya inginkan sendiri, dari hasil membaca saya, pemikiran saya, pemahaman saya, dan prediksi saya sendiri. Seperti pilihan S2 saya saat ini, di China, durasi 2,5 tahun, anak LPDP perdana di Univ ini, bahkan kota Shanghai, hingga sekarang saya belum menemukan awardee LPDP lainnya yang sekolah di Shanghai. Di China mainland sendiri bahkan sedikit sekali LPDP awardeenya, gag cukup buat bikin lurah-lurahan. Mahasiswa Indonesia di SJTU, bah, 20 orang yang degree aja kali gag sampe, itu udah semua S1-S3. (Dan saya gag bakal rekomendasi siapapun mengikuti jalan yang saya ambil, mau LPDP, cari negara lain! mau ke China, ambil CGS, jangan LPDP!)

Tapi ya saya punya pemikiran sendiri, sejak dulu saya yakin dengan China.

Saya yakin China akan maju.

Saya yakin Indonesia akan butuh berhubungan akrab dengan China.

Saya yakin posisi saya sebagai computer scientist yang bisa berbahasa Indonesia, Inggris dan China, serta paham mengenai Artificial Intelligence bisa membawa nilai tersendiri, untuk entah suatu posisi yang belum bisa saya bayangkan saat ini. Dan ketika posisi itu ada, saingannya gag bakalan ada, 1 atau 2 lah paling kalau ada. Dan sejujurnya saya gag suka kompetisi, karena selalu kalah, lha “stupid” tadi kan, mana bisa menang kompetisi lawan orang lain.

Dan yah, entahlah.

Maret 2018 ini merupakan bulan terberat saya di China, mungkin sainganlah yah sama bulan pertama saya di China. Dan semester 4 ini tentu fix merupakan semester terberat saya, bangun jam 6 pagi, mandi dingin-dingin, naik subway 1,5 jam, masuk sekolah bahasa jam 8 pagi, pulang jam makan siang, naik subway 1,5 jam lagi langsung ke lab, kerjain riset, lanjut belajar AI, urus thesis dan administrasi sekolah lainnya. Pulang dari lab biasanya jam 9 malam, yep, seperti sekarang ini, jam sudah menunjukkan 8.45, bentar lagi berarti jadwal pulang saya. Dan apakah lab sudah sepi? Nggak, sumpah, lab masih rame, anak-anak China bekerja jauh lebih keras ketimbang saya. Dan saya bangun jam 6, kerja sampai jam 9 malam, tidur jam 11 malam, 5 hari seminggu Senin sampe Jum’at dah mau mati rasanya.

Tapi yah mau bilang apalagi.

Inilah pilihan yang saya ambil, sekolah 2,5 tahun, di negara yang bahasanya sulit setengah mati, dengan bermodalkan beasiswa negara sendiri yang begitu berpedoman terhadap kontrak, yep, fix, salah saya sendiri. Hasilnya nanti apa? gag tau dah, haha, bisa jadi sukses, bisa jadi gagal. Saya lagi gambling dengan waktu yang saya punya, 2,5 tahun ini saya letakkan di China, hanya waktu yang bisa mengatakan apakah ini taruhan yang berbuah hasil bagus, atau malah rugi besar.

 

Salam pendidikan gag Gratisan!

2 thoughts on

17th Month, Ketika Pendidikan Sudah Gag Gratisan Lagi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *